Maka Hang Tuah pun berkata pada Hang Kasturi dan segala sahabatnya, "Hai saudaraku keempat, baiklah, kita kelima mari kita pergi berguru. Ada seorang di bukit ini; ia bertapa, Sang Aria Putera namanya. Adapun kita ini pada firasat orang tua-tua akan jadi Hulubalang di tanah Melayu." Maka kata Hang Jebat dan Hang Kasturi, Hang Lekir, Hang Lekiu, "Baiklah." Maka kelimanya pun berlengkap akan berjalan dan bermohon pada ibu bapanya, lalu berjalan.
Berapa antaranya maka Hang Tuah pun sampailah kepada tempat Sang Aria Putera. Tatkala itu Sang Aria Putera pun sudah turun dari pertapaan. Maka Hang Tuah kelima bersahabat pun datang, lalu duduk menyembah. Maka ditegur oleg Sang Aria Putera, "Marilah cucuku duduk; apa pekerjaan cucuku datang padaku ini?" Maka kata Hang Tuah, "Sahaya hamba-hamba datang ini minta diperhambai," Maka Sang Aria Putera pun tahulah akan kehendak Hang Tuah itu. Maka kata Sang Aria Putera, "Hai cucuku Hang Tuah, aku ini tiga bersaudara; yang muda menjadi pegawai, Raden Aria Sina, di Majapahit; yang tua itu duduknya bertapa di Gunung Wirana Pura; namanya Sang Persata Nala. Adapun cucuku, kala datang umur-umur dua puluh tiga tahun, engkau pergi ke saudaraku itu banyak ilmunya daripadaku, kerana ia dari kecil bertapa, tiada ia merasa dunia."
Maka Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, Hang Lekiu pun diajarnyalah oleh Sang Aria Putera, bagai-bagai ilmu isyarat Hulubalang dan firasat dan ilmu penjurit, tetapi lebih jua Hang Tuah diajarnya barang ilmu dan isyarat. Setelah sudah, maka Aria Putera pun berpesan pada Hang Tuah. "Hai cucuku, jika engkau pergi ke Majapahit kelak, jangan tidak engkau berguru pada saudaraku bernama Sang Persata Nala itu, terlalu banyak tahunya daripada aku. Ia menjadi ajar-ajar, tiada ia merasai dunia.